3 Alasan Kenapa Tokopedia, Bukalapak, dan Startup Lainnya Kerap "Bakar Duit" Investor
Smallest Font
Largest Font
Onlenpedia.com | Entah kenapa, budaya ‘bakar duit’ investor kian marak di kalangan startup Indonesia, terutama startup-startup besar. Kira-kira apa alasan mereka melakukan itu?
Dibalik kebiasaan ‘bakar duit’ tersebut, sebenarnya ada alasan yang kuat kenapa startup-startup di Indonesia melakukan ‘langkah ekstrim’ tersebut. Dan di sini akan dirangkum 3 alasan kenapa startup-startup seperti Tokopedia, Bukalapak, dan lainnya kerap ‘bakar duit’ investor.
Lantas, apa saja alasan dibalik ‘fenomena’ tersebut?
1. Membangun ‘aset’ (jangka panjang), bukan sekedar laba (jangka pendek)
Istilah ‘bakar duit’ investor ditujukan kepada startup yang membelanjakan uang investor untuk keperluan pengembangan startup — tanpa peduli pada omset ataupun laba. Jadi fokus mereka adalah membangun ‘aset’ untuk jangka panjang — agar valuasi startup meningkat dari waktu ke waktu. Dan tentunya tidak menutup kemungkinan akan meraup laba yang besar di kemudian hari.
Bukti dari meningkatkan nilai aset (valuasi) ini bisa dilihat pada GO-Jek, Tokopedia, dan Traveloka. Saat ini ketiga startup tersebut sudah menyandang status unicorn. Unicorn sendiri merupakan ‘gelar’ yang diberikan kepada startup dengan valuasi sebesar 1 milliar dolar (13 triliun rupiah). Dan baru Tokopedia, GO-Jek, dan Traveloka yang menjadi startup lokal penyandang ‘gelar’ tersebut.
2. Persaingan yang terlampau ketat, memungkinkan promosi harus gencar
Alasan ‘bakar duit’ selanjutnya adalah karena persaingan yang benar-benar ketat di ranah startup Indonesia. Saat itulah startup-startup besar berlomba-lomba untuk mengakuisisi pengguna sebanyak-banyaknya.
Adapun langkah-langkah yang mereka lakukan (dalam mengakuisisi pengguna) adalah dengan melakukan berbagai macam promosi, bisa di televisi, ataupun beriklan di Google Adwords dan Facebook Ads. Selain promosi yang gencar, startup-startup besar juga kerap menghadirkan promo diskon, cash back, gratis ongkir, promo beli 3 gratis 1, dan program-program lainnya. Dan kesemua promo maupun program tersebut memerlukan banyak uang yang harus ‘dibakar’.
3. Mengutamakan peningkatan jumlah pengguna ketimbang ‘omset’
Pola pikir founder startup berbeda jauh dengan pengusaha konvensional. Kalau pengusaha konvensional lebih mengutamakan omset dan laba, maka para founder startup lebih mengutamakan peningkatan jumlah pengguna (akuisisi pengguna) — ketimbang omset ataupun laba. Mereka pun siap rugi beberapa tahun, demi menggapai keuntungan besar di kemudian hari.
Adapun startup yang ‘bakar duit’ untuk meningkatkan jumlah pengguna sebenarnya terinspirasi dari langkah yang dilakukan Google dan Facebook (di awal berdiri). Google dan Facebook di awal pendirian dan pengembangannya selalu mengalami kerugian tahunan dalam kurun waktu 8-10 tahun. Namun setelah mereka ‘mencapai tujuan utama’ yakni peningkatan jumlah pengguna (skala besar), kini laba yang mereka hasilkan jauh lebih besar dari total kerugian mereka. Selain laba yang terus membesar, nilai jual (valuasi) perusahaan pun turut meningkat pesat. Dan hal itulah yang coba dicontoh startup-startup di Indonesia — yakni ‘siap mengalami kerugian di awal, dengan tujuan menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat di kemudian hari’.
Baca juga:
Fenomena ‘bakar duit’ investor tengah menjadi ‘tren’ di kalangan startup-startup di Indonesia. Namun, semua hal itu memiliki tujuan besar yang tak bisa dipahami oleh orang awam — ataupun pengusaha konvensional. Jadi, jangan samakan pola pikir founder startup dengan pengusaha konvensional — karena jalan pikiran mereka jauh berbeda.
Bagaimana tanggapan anda?
Editors Team
admin
Author
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow