Bisnis
Mengenal Sistem Ekonomi Malaysia, Salah Satu Negara di Asia Tenggara
Smallest Font
Largest Font
Onlenpedia.com | Malaysia, sebagai salah satu negara di kawasan Asia Tenggara, kini merupakan negara industri baru. Perekonomiannya yang terus berkembang, memungkinkan negara ini digadang-gadang sebagai ‘the next macan Asia’.
Yang jadi pertanyaan, seperti apakah sistem ekonomi yang dianut Malaysia?
Berikut ulasannya!
Sistem ekonomi Malaysia
Sejak merdeka dari Britania, pemerintah Malaysia mulai menerapkan perencanaan ekonomi 5 tahunan, dimulai dengan Rencana Lima Tahun Malaya Pertama di tahun 1955. Namun sejak negara Malaysia resmi didirikan, istilah ‘perencanaan’ mulai diganti dan dinomori, mulai dari Rencana Malaysia Pertama di tahun 1965.
Pada era 1970-an, Malaysia mulai mengadaptasi perekonomian 4 negara ‘Macan Asia’, yakni Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura. Kala itu Malaysia berkomitmen untuk mentransformasi perekonomian mereka, dari (yang awalnya) bergantung pada hasil alam (pertambangan dan pertanian), menjadi perekonomian berbasis manufaktur.
Didukung oleh investasi Jepang, industri-industri berat pun mulai dibuka, hingga beberapa tahun selanjutnya ekspor produk industri menjadi mesin pertumbuhan primer negara ini. Mereka secara konsisten mendapatkan pertumbuhan PDB lebih dari 7%, disertai inflasi yang rendah di era 1980-an dan 1990-an.
Karena pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada ekspor bahan elektronik seperti chip komputer dan lain sebagainya, alhasil perekonomian Malaysia mengalami tekanan semasa krisis di tahun 1998, ditambah lagi dengan kemerosotan dalam sektor teknologi informasi di tahun 2001.
Di periode yang sama, pemerintah berusaha mengurangi angka kemiskinan, yakni dengan meluncurkan Kebijakan Ekonomi Baru Malaysia (NEP). Kebijakan yang kontroversial ini dilakukan pasca peristiwa 13 Mei, yakni kerusuhan antar etnis pada 1969. Tujuan dari kebijakan ini terutama untuk menghilangkan keterkaitan ras dengan fungsi ekonomi, dan rencana lima tahun pertama mulai menerapkan NEP sebagai Rencana Malaysia Kedua.
Pada akhirnya, kejayaan atau kegagalan NEP menjadi bahan perdebatan, dan secara resmi diakhiri pada tahun 1990, kemudian diganti dengan Kebijakan Pembangunan Nasional (NDP). Kemudian perdebatan muncul sekali lagi mengenai hasil dan relevansi dari NEP. Sebagian pihak berdalih bahwa NEP jelas-jelas berjaya dan menciptakan pengusaha dan tenaga profesional Melayu kelas menengah-atas.
Meskipun menerapkan berbagai perubahan, namun pemerintah Malaysia tetap memelihara kebijakan diskriminatif yang menguntungkan Suku Melayu di atas suku lain — termasuk dalam hal penerimaan kerja, pendidikan, beasiswa, perdagangan, akses mendapatkan rumah murah dan tabungan yang dibantu.
Akibat ‘perlakuan khusus’ tersebut, akhirnya menimbulkan kecemburuan dan kebencian antara non-Melayu dengan Melayu. Penguasaan kaum Tionghoa dalam sektor ekonomi yang dimiliki pihak lokal, telah banyak diserahkan demi menguntungkan Bumiputra/Melayu di banyak industri strategis seperti distribusi turunan minyak bumi, transportasi, pertanian, dan lain-lain. Dan kebanyakan profesional per kapita masih didominasi orang India-Malaysia.
Ketika ekonomi mengalami ‘ledakan’, maka masalah pun kembali muncul, terutama dalam hal pasokan. Dengan minimnya tenaga kerja lokal, membuat ‘kebutuhan mendesak’ akan tenaga kerja dipenuhi dengan berdatangannya jutaan pekerja imigran. Sayangnya, banyak diantara mereka yang masuk dengan cara yang ilegal.
PLC yang kaya akan modal tunai dan konsorsium bank-bank segera menguntungkan pertambahan dan mencepatnya pemulaian pembangunan proyek-proyek infrastruktur besar. Namun hal ini berakhir dikala krisis finansial Asia 1997, yang memberikan efek besar bagi perekonomian Malaysia.
Akibat krisis tersebut, terjadi penjualan singkat spekulatif mata uang Malaysia. Efek lainnya, penanaman modal asing jatuh pada tingkatan yang membahayakan karena modal banyak yang mengalir ke luar negeri. Nilai Ringgit jatuh dari MYR 2,50 per 1 USD ke MYR 4,80 per 1 USD. Indeks komposit Bursa Malaysia jatuh dari hampir 1.300 poin ke kisaran 400 poin dalam hitungan pekan.
Penangkapan Anwar Ibrahim
Pasca penangkapan menteri keuangan Malaysia, Anwar Ibrahim, dibentuklah sebuah Dewan Aksi Ekonomi Nasional guna menghadapi krisis moneter. Kemudian Bank Negara Malaysia menentukan pengendalian modal dan mematok nilai tukar ringgit Malaysia pada 3,80 terhadap dolar Amerika Serikat. Malaysia tetap menolak paket bantuan ekonomi dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, tindakan yang tentunya cukup mengejutkan.
Di bulan Maret 2005, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menerbitkan sebuah makalah tentang sumber-sumber dan langkah pemulihan ekonomi Malaysia. Makalah tersebut ditulis oleh Jomo K.S. dari Departemen Ekonomi Terapan, Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Isi dari makalah tersebut menyimpulkan bahwa kontrol yang ditentukan pemerintah Malaysia tidaklah memperparah tidak pula membantu pemulihan. Istilahnya adalah tetap mengalami stagnasi.
Bagaimanapun, di banyak cara negara ini belum mengalami kepulihan pada tingkatan pra-krisis. Sementara langkah pembangunan kini tidak secepat dulu, tetapi terasa lebih stabil. Kendati kontrol dan penjagaan ekonomi bukan menjadi alasan utama pemulihan, tidak ada keraguan bahwa sektor perbankan menjadi lebih ‘kenyal’ terhadap ‘serangan’ dari luar negeri.
Saat ini perekonomian Malaysia berada di surplus struktural, memberikan bantuan bagi pengembangan modal. Malaysia pun kini mempunyai sejumlah elemen makro ekonomi yang cukup stabil, yang mana tingkat inflasi dan angka pengangguran berada di bawah 3%. Selain itu, fakta mengenai simpanan pertukaran uang asing yang sehat, dan utang luar negeri yang rendah memungkinkan Malaysia untuk tidak mengulang krisis yang sama seperti di tahun 1997.
Meskipun cenderung stabil, prospek jangka panjang perekonomian Malaysia terlihat kurang baik. Hal itu dikarenakan kurangnya perubahan dalam sektor-sektor penting, salah satunya sektor badan hukum yang berurusan dengan utang korporat yang tinggi dan kompetitif.
Nilai tukar Ringgit yang awalnya dipatok Bank Negara Malaysia, kemudian dibuka kembali pada Juli 2005 untuk nilai tukar mengambang yang terawasi setelah satu jam kebijakan yang sama yang dilakukan oleh Tiongkok. Di pekan yang sama, mata uang Malaysia menguat 1% dibandingkan mata uang utama lainnya, dan diharapkan akan mengalami apresiasi yang lebih jauh. Namun kenyataannya di bulan Desember 2005, harapan itu menjadi bisu lantaran aliran modal yang melampaui USD 10 miliar.
Pada bulan September 2005, Howard J. Davies, direktur London School of Economics, di dalam sebuah pertemuan di Kuala Lumpur, memperingatkan para pejabat Malaysia bahwa jika mereka ingin pasar modal fleksibel kembali, mereka harus mencabut larangan penjualan singkat.
Selanjutnya, di bulan Maret 2006, Malaysia akhirnya mencabut larangan penjualan singkat. Seiring waktu berjalan, kini Malaysia kian berkembang dan dipandang sebagai salah satu negara industri baru di Asia.
Baca juga:
Itulah dia pembahasan tentang sistem ekonomi yang dianut salah satu negara di Asia Tenggara, yakni Malaysia. Rupa-rupanya sistem yang mereka anut mulai ‘ber-evolusi’ ke arah industri, seiring perkembangan dari masa ke masa.
Bagaimana pendapat anda?
(Sumber: id.wikipedia.org)
Editors Team
admin
Author
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow