Ketika Membangun Startup, Lebih Baik Modal Sendiri (Bootstrap) atau Modal Investor?

Ketika Membangun Startup, Lebih Baik Modal Sendiri (Bootstrap) atau Modal Investor?

Smallest Font
Largest Font

Onlenpedia.com | Dalam mendirikan startup bisnis, permodalan menjadi hal yang cukup vital — karena ‘karakteristik’ bisnis startup tak seperti bisnis konvensional. ‘Karakteristik’ yang dimaksud dalam hal mendapatkan keuntungan / laba — di mana bisnis konvensional lebih cepat untung sedangkan bisnis startup biasanya menunggu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun baru bisa untung (atau bahkan tak sempat untung keburu berhenti beroperasi).

Membangun startup, modal sendiri atau modal investor? / via Pixabay
Nah, dalam rangka pengadaan modal startup — biasanya ada 2 tipe startup founder, yaitu:
1. Modal sendiri / bootstrap

Tipe yang pertama ini memiliki idealisme sendiri, yaitu ‘hidup tanpa bergantung investor’. Biasanya sang founder akan merogoh kocek sendiri guna membiayai operasional startup dan bertahan hidup di dunia bisnis yang ‘tak pasti’ itu.
Selain founder yang idealis, ada juga founder yang (awalnya) bootstrap namun kehabisan dana dan akhirnya melobi investor. Hal itu dilakukan karena ‘tidak ada pilihan lain’ dalam mempertahankan bisnis startup yang sudah dirintis dengan susah payah.

2. Modal investor

Tipe yang kedua yakni founder yang memiliki goal untuk mendapatkan pendanaan investor. Awalnya mereka memang mendirikan startup dengan modal sendiri (untuk membangun fondasi bisnis). Akan tetapi, ketika ‘wujud’ startup sudah terlihat — mereka pun melobi sejumlah investor — agar mau menanamkan modal ke bisnis mereka. Selanjutnya, modal investor -lah yang jadi ‘nyawa’ bisnis mereka agar bisa bertahan.
Mana yang lebih baik, menjalankan startup dengan modal sendiri (bootstrap), atau modal investor?

Bagi anda yang berstatus sebagai pendiri startup, maka anda harus memikirkan apakah ‘bertahan’ dengan bootstrap atau menggunakan dana investor. Sebagai bahan pertimbangan, sekiranya anda perlu memikirkan beberapa poin di bawah ini:
• Apabila anda memiliki uang yang cukup banyak, maka lakukanlah bootstrap sampai anda ‘kehabisan bensin’. Selanjutnya, anda bisa memilih antara bertahan dengan melobi investor, menutup startup anda (gulung tikar), atau ‘menjual putus’ startup anda (diakuisisi orang lain).
• Apabila startup yang anda bangun memiliki model bisnis yang bisa langsung berjalan dan menguntungkan, maka bootstrap adalah pilihan yang tepat. Namun, tentu anda harus memiliki modal sendiri agar tak bergantung investor.
• Apabila anda memiliki ‘faham’ ‘untung belakangan yang penting jumlah pengguna terus bertambah’, maka menjalin komunikasi dengan investor bisa dilakukan sedini mungkin. Anda perlu sokongan dana yang kuat, karena banyak ‘uang yang harus dibakar’ — dan bootstrap saja tak akan sanggup menghandlenya. Nantinya, anda perlu dana yang cukup besar untuk beriklan di berbagai media, mensubsidi harga, menggratiskan ongkir, atau memberikan promo cashback, sementara ‘bisnis startup’ anda belum menghasilkan profit.
• Apabila anda melakukan semuanya dengan modal sendiri, maka apabila startup anda mendapatkan keuntungan — anda sendiri yang akan menikmatinya. Sebaliknya, apabila startup anda merugi — maka kerugian anda tanggung sendiri.
• Apabila anda menjalankan startup dengan sokongan dana investor, maka anda harus ‘rela’ berbagi kepemilikan (saham). Apabila valuasi meningkat pesat, maka keuntungan akan dinikmati bersama investor. Sebaliknya, apabila kerugian terjadi — anda tidak sendirian menanggungnya.
Baca juga:

Opini admin

Kalau (seandainya) admin memiliki keinginan dan sumber daya untuk membangun startup, maka admin memilih untuk menjalankannya dengan modal sendiri (bootstrap).
Mengapa demikian?
Jawabannya karena:
1. Agar bisa menjalankan bisnis dengan efisien (karena modal sendiri). Apabila menggunakan ‘limpahan uang’ dari investor, tentu berpotensi melakukan pemborosan dan ‘menjalankan promo tanpa pikir panjang’.
2. Dengan modal sendiri, tak ada tekanan dari investor dalam memulai bisnis. Semuanya dijalankan atas kemauan sendiri, strategi sendiri, dan tekanan dari diri sendiri untuk diri sendiri (tak ada intervensi dari pihak lain).
3. Apabila gagal dan kehabisan uang, admin akan ‘menjual putus’ bisnis tersebut (diakuisisi pihak lain). Apabila tak ada yang berminat, biarlah bisnis tersebut harus gulung tikar.
Baca juga:



Membangun startup (baca: ‘bisnis yang tak pasti’) memang tak semudah membangun bisnis konvensional. Sifat dunia digital yang terus berkembang, membuat eksistensi startup mudah tergantikan oleh startup baru yang terus bermunculan. Maka dari itu, sokongan dana merupakan salah satu hal wajib agar bisnis ini bisa survive.

Pertanyaannya sekarang, manakah yang akan anda pilih? Mendirikan startup dengan modal sendiri, atau dengan dana investor?
Silahkan berikan jawaban anda di kolom komentar!

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait